Jim al-Khalili dalam bukunya, The House of Wisdom: How Arabic Science Saved Ancient Knowledge and Gave Us the Renaissance, memuji Ibnu al-Nafis (1213-1288) sebagai ahli fisiologi terbesar dari abad pertengahan. Begitu pula dengan John Freely dalam bukunya, Light from the East, yang menyebutnya “Ibnu Sina Kedua.” Semua apresiasi ini menunjukkan betapa besar pengaruh ilmuwan Muslim ini dalam bidang kedokteran.
Meskipun demikian, ada perdebatan di kalangan penulis kekinian mengenai pengaruh langsung Ibnu al-Nafis terhadap para pakar kedokteran Eropa sejak Era Renaisans. Dalam artikel “Ibn Al Nafis: His Seminal Contributions to Cardiology” (2014) yang ditulis oleh Mohammed T Numan, dijelaskan bahwa Andrea Alpago (1450-1522) menerjemahkan Sharh Tashrih al-Qanun karya Ibnu al-Nafis ke dalam bahasa Latin. Selain itu, terdapat juga Humanis Spanyol, Michael Servetus (1511-1553), yang memaparkan berbagai temuan Ibnu al-Nafis dalam bukunya Christianismi Restitutio yang terbit pada 1553. Namun, yang menarik adalah Servetus tidak menyebutkan nama Ibnu al-Nafis sebagai sumber referensinya.
Servetus diketahui pernah belajar di Universitas Padua, Italia. Sejumlah temannya, seperti Andreas Vesalius (1514-1564), juga sempat menjelaskan tentang sistem peredaran darah minor dalam karya mereka. William Harvey, seorang ilmuwan Inggris, yang juga merupakan mantan mahasiswa di Universitas Padua antara tahun 1597 dan 1602, kemudian menerbitkan Exercitatio Anatomica de Motu Cordis et Sanguinis in Animalibus (Risalah Mengenai Anatomi Gerakan Jantung dan Darah) pada tahun 1628.
Namun, dalam buku