Pemerintah telah secara resmi mengakui sistem pendidikan di pesantren. Salah satu keuntungannya adalah alumni pesantren mendapatkan gelar akademik tersendiri. Menurut Abdul Ghofur Maimoen, anggota Majelis Masyayikh Kementerian Agama, gelar akademik bagi alumni pesantren setingkat S1 dan diperlakukan sama dengan gelar lain di jenjang yang sama. Majelis Masyayikh adalah lembaga penjaminan mutu pesantren yang dibentuk berdasarkan UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren dan Keputusan Menteri Agama Nomor 1154 Tahun 2021 tentang Majelis Masyayikh.
Sosialisasi UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren di Pondok Pesantren Salafiyyah Parappe, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Kamis (2/11), membahas tentang legalitas dan gelar bagi alumni pesantren. Ijazah pesantren tidak dapat ditolak dengan alasan yuridis, kecuali jika pendaftar gagal dalam seleksi masuk.
Ghofur menambahkan bahwa pendidikan pesantren memiliki karakteristik khas seperti muadalah dan pendidikan diniyah yang merupakan pendidikan nonformal. Meskipun demikian, negara telah memberikan pengakuan yang setara dengan pendidikan formal. Dengan pengakuan ini, diharapkan lulusan pesantren tidak lagi mengalami penolakan saat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau mencari pekerjaan.
Pemerintah telah menetapkan gelar Sarjana Agama (S.Ag) bagi lulusan Ma’had Aly atau pesantren tinggi. Gelar ini terkait dengan disiplin ilmu yang dikembangkan di Ma’had Aly dalam rumpun keilmuan agama. Hanya satu program studi yang dapat dikembangkan di satu Ma’had Aly, misalnya Ushul Fiqih, Hadits, dan lainnya.
Gelar S.Ag bisa didapatkan oleh alumni pesantren setelah menyelesaikan jenjang Ma’had Aly yang setara dengan S1. Meskipun bidang studi yang diajarkan di Ma’had Aly hampir sama dengan UIN atau IAIN, namun sistem, referensi, dan standarnya berbeda. Ma’had Aly tidak akan berubah menjadi STAIN, IAIN, atau UIN. Ma’had Aly akan terus berkembang menjadi perguruan tinggi khas pesantren dengan spesifikasi keilmuan yang berbeda-beda.
Amrah Kasim, Direktur Pesantren Modern Ikatan Masjid Musalla Indonesia Muttahidah (IMMIM) di Makassar, menambahkan bahwa di masa lalu banyak lulusan pesantren yang ditolak saat mencoba melanjutkan pendidikan formal atau masuk ke institusi seperti Akademi Kepolisian (Akpol) atau Akademi Militer (Akmil). Hal ini merupakan pelanggaran hukum jika masih terjadi saat ini.
Sebagai anggota Majelis Masyayikh, Amrah Kasim menekankan bahwa pesantren memiliki tanggung jawab kepada publik untuk menjaga kualitas pendidikan. Oleh karena itu, pesantren bersama-sama Majelis Masyayikh akan segera menerapkan standar mutu pendidikan pesantren yang menjadi acuan kualitas alumni.