Depok – Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok telah mengirimkan surat imbauan kepada direktur utama (dirut) di perusahaan swasta, ritel, dan pemilik usaha cuci mobil yang diduga mencemari sungai hingga menjadi busa di Cimanggis. Mereka diminta untuk mematuhi sejumlah ketentuan yang ditetapkan dalam pengelolaan limbah cair hasil dari industri mereka.
Kepala DLHK Depok, Abdul Rahman, mengatakan bahwa sebelum mengirimkan surat imbauan, pihaknya telah menelusuri dan melakukan pengecekan langsung ke setiap pabrik. Perusahaan-perusahaan tersebut berlokasi di sekitar bantaran sungai, termasuk perbankan, usaha pencucian mobil, ritel, dan permukiman.
“Dalam proses identifikasi ini, kami belum dapat menentukan siapa yang bersalah. Namun, dari hasil investigasi kami, ditemukan indikasi bahwa PT BASF memproduksi surfaktan, sehingga kami melakukan verifikasi lapangan pada Selasa (28/11) kemarin,” ungkap Abdul dalam keterangannya di situs Pemkot Depok, seperti yang dikutip pada Selasa (5/12/2023).
Berdasarkan verifikasi lapangan, perusahaan tersebut memiliki izin pembuangan air limbah ke sumber air hingga 23 Oktober 2024. Limbah cair yang dihasilkan diolah dalam instalasi pengolahan air limbah (IPAL), sementara limbah cair domestik masuk ke dalam tangki septik yang disedot secara berkala.
“Saat verifikasi lapangan, PT BASF telah menutup saluran outlet IPAL dan drainase yang menuju Kali Baru RT 01 Kelurahan Tugu, dan menampungnya dalam kemasan. Selanjutnya, limbah akan diserahkan ke pihak ketiga yang memiliki izin untuk diolah kembali di IPAL,” jelasnya.
“Namun, apabila hasil swakualitas parameter pH atau derajat keasaman dan chemical oxygen demand (COD) memenuhi baku mutu, mereka membuang outlet IPAL-nya ke badan sungai tersebut,” tambahnya.
Oleh karena itu, DLHK Depok meminta kepada perusahaan tersebut untuk memasukkan parameter methylene blue active substance (MBAS) ke dalam swakualitas harian. Selain itu, perusahaan diminta untuk menambahkan indikator biologis pada outlet IPAL, melaksanakan dokumentasi penutupan saluran outlet IPAL dan drainase, serta mengidentifikasi adanya kebocoran pada pipa produksi dan IPAL.
“Perusahaan juga harus memastikan pengolahan limbah domestik dalam tangki septik dan tidak ada yang dibuang tanpa pengolahan. Selain itu, juga harus mengidentifikasi temuan aliran air pada saluran pembuangan akhir,” kata Abra.
Sementara bagi pemilik usaha pencucian mobil di sepanjang kali di Kelurahan Tugu, DLHK Depok menyarankan untuk melaksanakan beberapa ketentuan, antara lain melakukan upaya pengolahan limbah hasil kegiatan usaha agar tidak mencemari lingkungan dan memenuhi baku mutu lingkungan, melakukan optimalisasi terhadap kegiatan Pengendalian Pencemaran pada IPAL atau Sewage Treatment Plant (STP), serta melakukan pengujian air limbah yang dihasilkan sesuai dengan peraturan Permen Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 untuk kegiatan industri dan Permen Lingkungan Hidup Nomor 68 Tahun 2016 untuk kegiatan domestik.
“Para pengusaha juga kami anjurkan untuk mengelola lingkungan di luar perusahaan bekerja sama dengan warga setempat,” ucapnya.
Lebih lanjut, Abra menjelaskan bahwa perusahaan wajib melaporkan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan secara rutin ke DLHK Depok.
“Jika tidak, akan diberi sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran dalam izin lingkungan atau izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” tutup Abra.
Sebelumnya, Kali Baru Cimanggis, Depok, menjadi viral di media sosial karena berbusa. Busa tebal menumpuk menutupi aliran kali hingga membuat pemandangan seperti ‘negeri di atas awan’. Sungai di Kota Depok tercemar busa misterius. Kuantitas busa itu melimpah sampai menutupi badan sungai. Asal-usul limbah busa ini diselidiki oleh Pemkot Depok.
Lokasi pencemaran lingkungan ini ada di Kali Baru, Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat, dan viral di media sosial pada Selasa (28/11).
DLHK Kota Depok sedang menyelidiki asal-usul limbah busa ini. Kepala Dinas LHK Depok, Abdul Rahman, menjelaskan dugaannya. Pertama, busa itu diduga berasal dari limbah domestik, yakni busa seperti yang biasa dijumpai di kamar mandi atau tempat cuci piring. Busa para penduduk itu terakumulasi di sungai.
“Memang peralihan dari musim kemarau ke hujan ini, kan akumulasi dari limbah domestik ya. Limbah domestik itu paling banyaknya detergen, kemudian aliran besar sehingga itu kan teraduk,” kata Abdul Rahman pada Selasa (28/11).
Lihat juga Video ‘Heboh! Busa Limbah Berbahaya Tutupi Aliran Sungai Gempol Jatim’:
[Gambas:Video 20detik]
(idn/idn)