Berita  

Misteri Sifat Erupsi Marapi dan Kematian 11 Pendaki

JAKARTA – Tim gabungan terus melakukan pencarian dan pertolongan terhadap para pendaki Gunung Marapi, Sumatra Barat. Hingga Senin (4/12/2023), sebanyak 28 pendaki telah dinyatakan selamat, sementara 11 lainnya dinyatakan meninggal dunia akibat erupsi Marapi yang terjadi pada Ahad (5/12/2023).

“Tim gabungan mengevakuasi 11 pendaki dalam kondisi meninggal dunia. Petugas masih melakukan identifikasi ke-11 jenazah yang dievakuasi pada hari ini,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari, Senin (4/12/2023).

Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) BNPB mencatat, hingga pukul 10.30 WIB, sebanyak 28 dari total 75 pendaki sudah dievakuasi oleh tim gabungan. 54 pendaki mengakses pintu masuk Batu Palano di Kabupaten Agam, sedangkan 21 orang di pintu masuk Koto Baru, Kabupaten Tanah Datar.

Sebanyak 19 orang dari 28 pendaki yang dievakuasi sudah dipulangkan, sedangkan sembilan pendaki juga telah dievakuasi. Mereka dipindahkan ke fasilitas medis untuk perawatan lebih lanjut, di antaranya RSUD Dr. Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi dan RSUD Padang Panjang karena mengalami luka-luka.

Sebelumnya, Pusdalops BNPB masih menerima informasi 26 pendaki yang belum berhasil dievakuasi. Nama ke-26 pendaki telah teridentifikasi, di antaranya sebanyak 20 orang teridentifikasi melalui pendaftaran yang terlacak dari jejak digital. Sementara sisanya terdaftar di lokasi Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Marapi.

Hingga saat ini, belum ada konfirmasi identitas 11 pendaki tersebut apakah masuk ke dalam 26 pendaki yang namanya sudah teridentifikasi melalui mekanisme pendaftaran TWA Gunung Marapi. “Erupsi masih terjadi dan upaya pencarian masih kami lakukan bersama tim gabungan,” kata Tim Pusdalops BPBD Kabupaten Agam, Ade Setiawan Putra.

Data mutakhir dari aktivitas vulkanik di Gunung Marapi per Senin (4/12/2023) pagi hingga pukul 06.00 WIB, tercatat ada delapan kali letusan dan 43 kali embusan, dengan amplitudo paling besar mencapai 14,2 mm serta berdurasi selama 56 detik. Tim BPBD Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Agam terus memonitor perkembangan erupsi Gunung Marapi di lokasi guna melakukan tindakan cepat dalam penanganan evakuasi warga jika terjadi aktivitas vulkanik yang lebih besar.

Pihak BPBD juga mengimbau kepada masyarakat, wisatawan, dan pendaki untuk tidak melakukan aktivitas di bawah radius 3 kilometer dari puncak atau kawah. Selain itu, masyarakat diminta memakai masker, topi, dan kacamata ketika beraktivitas di luar ruangan dan tidak menyebarkan informasi yang belum bisa diverifikasi kebenarannya.

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan mengatakan bahwa sifat erupsi Gunung Marapi sangat sulit dideteksi, baik secara visual maupun kegempaan. Sejak 2011, gunung aktif tersebut diberikan status level II atau waspada. Menurutnya, erupsi Gunung Marapi sulit dideteksi, sehingga upaya preventif dilakukan.

Hendra menjelaskan, meski secara visual tidak menunjukkan tanda-tanda erupsi, dan secara kegempaan hanya ada satu gempa per bulan, dilihat dari sejarahnya, erupsi selalu terjadi di sana. Oleh karena itu, pihaknya menetapkan status gunung itu berada di status II atau waspada dan membuat rekomendasi pembatasan aktivitas di radius 3 kilometer.

“Karena itu, kita buat rekomendasi 3 kilometer itu berdasarkan statistik (jarak aman) adanya erupsi setiap dua atau sampai empat tahun. Hanya tanggal dan bulannya kita nggak pernah tahu,” tutur Hendra.

Ia menekankan, tidak adanya aktivitas vulkanik pada gunung dengan level II seperti itu bukan berarti situasi aman terkendali. Menurut Hendra, selama dua hingga empat tahun bisa saja tidak terjadi erupsi di gunung semacam itu, sehingga semestinya semua pihak harus meningkatkan kewaspadaan.