Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan mengadakan langkah-langkah untuk meminimalkan risiko kematian bagi personel militer dalam operasi di Papua. Salah satunya adalah memanfaatkan teknologi drone untuk melakukan patroli dan operasi militer di wilayah yang rawan serangan separatis. Menurut Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, dalam pembicaraannya dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mereka membahas mengenai situasi dan keamanan, serta operasi di Papua.
Agus mengatakan bahwa ada perlunya pengembangan dalam dua pola pendekatan permasalahan di Papua, yaitu soft power dan hard power. Soft power merupakan pendekatan yang lebih bertahan, aktif dalam sosialisasi kemanusiaan, dan pembangunan di Papua. Di sisi lain, hard power merupakan respons keras dengan menggunakan sarana persenjataan dalam menghadapi situasi penyerangan.
Abgus juga menyampaikan perlunya pemanfaatan teknologi persenjataan yang dimiliki oleh TNI-Polri, seperti penggunaan pesawat tanpa awak untuk melakukan patroli dan penetrasi situasi di Papua. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi risiko jatuhnya korban dari pihak TNI maupun Polri yang kerap menjadi sasaran penyerangan kelompok separatisme di Papua.
Selain untuk tujuan sistem persenjataan, drone juga dapat digunakan untuk kegiatan lainnya, seperti pencarian korban dan penanganan bencana alam. Terkait situasi keamanan di Papua, sejak 23 November 2023, kelompok separatisme Papua Merdeka telah melakukan pembunuhan terhadap 13 prajurit TNI maupun Polri. Penyerangan tersebut terjadi saat operasi, maupun saat melawan serangan kelompok separatisme bersenjata di pedalaman Papua.
Dalam beberapa kontak senjata, TPNPB telah menewaskan beberapa personel TNI, sedangkan pihak TNI juga telah menewaskan anggota TPNPB. Agus menegaskan bahwa TNI akan mengoptimalisasi penggunaan drone ini, dengan menjadikannya satuan-satuan khusus drone. Hal ini diharapkan dapat membantu meminimalisasi risiko penyerangan dan memperlancar operasi militer di Papua.