Penganiayaan terhadap relawan Ganjar Pranowo oleh enam oknum prajurit TNI AD yang kini sudah menjadi tersangka akan diproses hingga ke persidangan. Bahkan, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak menyatakan bahwa perlu diadakan sidang terbuka.
Keenam prajurit tersebut melakukan pemukulan karena merasa terganggu dengan konvoi relawan yang menggunakan motor knalpot brong. Akhirnya, terjadilah penganiayaan terhadap relawan tersebut, sebagaimana terlihat dalam video yang beredar.
Pakar hukum Andrea H Poeloengan menjelaskan, berdasarkan Pasal 285 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ), setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, termasuk knalpot. Selain itu, Pasal 106 ayat (3) UU LLAJ juga menegaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memenuhi ketentuan teknis dan laik jalan.
Knalpot brong menjadi penyebab terjadinya penganiayaan terhadap relawan oleh enam oknum prajurit TNI AD yang kini sudah menjadi tersangka tersebut. Oleh karena itu, para korban penganiayaan tersebut harus menjalani pemeriksaan hukum setelah pulih dan sehat.
Andrea menekankan pentingnya penegakan hukum untuk memberikan kepastian bahwa hukum berlaku untuk semua, serta untuk menghadirkan keadilan bagi para korban yang terganggu akibat perilaku pengendara motor yang melanggar aturan. Dia juga menyarankan agar Polres dan Kejaksaan Negeri Boyolali bekerja sama untuk mengumpulkan bukti hingga menemukan tersangka.
Selain itu, Andrea juga mengajak masyarakat yang merasa dirugikan oleh pengendara motor knalpot bising untuk membantu para penegak hukum dengan membuat laporan. Menurutnya, pembiaran pelanggaran hukum hanya akan menghasilkan potensi konflik yang dapat mengganggu stabilitas dan ketahanan nasional.
Terakhir, Andrea mengingatkan bahwa TNI AD perlu melakukan proses penegakan hukum terhadap oknum-oknum prajuritnya, serta perlu memikirkan strategi pencegahan dan pemulihan, mengingat kampanye Pemilu 2024 akan memasuki masa puncak yang berpotensi memobilisasi massa.