Dalam sejarah bangsa Indonesia, penjajahan ratusan tahun oleh bangsa asing pernah dialami. Penjajahan itu dilakukan oleh orang Portugis, orang Belanda, orang Inggris, bahkan oleh orang Prancis di bawah Napoleon saat masa Gubernur Jenderal Daendels.
Pada masa pra-kemerdekaan, para penjajah bangsa Indonesia mengambil hasil bumi secara paksa dan memanfaatkan darah serta keringat orang Indonesia dengan paksa. Mereka juga seringkali merebut kekuasaan tanpa senjata melainkan dengan memberikan iming-iming ekonomi dan hadiah kepada pimpinan kerajaan-kerajaan yang berkuasa.
Sultan-sultan dan raja-raja Nusantara yang memahami strategi ekonomi Belanda menolak tunduk dengan kata-kata dan perhiasan. Salah satu contohnya adalah Sultan Agung, yang tetap tidak mau berdamai dengan VOC meskipun diberikan tawaran yang menjanjikan.
Sultan Agung, atau Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma, adalah seorang sultan dan senapati yang terampil yang membangun dan mengonsolidasikan negerinya menjadi kekuatan teritorial dan militer yang besar. Meski pada awalnya dia bergelar Panembahan Agung, namun setelah menaklukkan Madura, dia mengganti gelarnya menjadi Susuhunan Agung atau disingkat Sunan Agung. Pada 1641, dia mendapatkan gelar bernuansa Arab, yaitu Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram, dari pemimpin Ka’bah.
Sultan Agung naik takhta pada tahun 1613 dan menolak bekerjasama dengan VOC sejak awal pemerintahannya. Dia juga mencoba menjalin hubungan dengan Portugis untuk menghancurkan VOC-Belanda, namun hubungan tersebut diputus pada tahun 1635 karena menyadari posisi Portugis yang sudah lemah.
Seluruh Pulau Jawa, kecuali Batavia yang diduduki militer VOC-Belanda, berada dalam kekuasaan Kesultanan Mataram. Sultan Agung juga berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, yang saat itu merupakan negeri terkuat di Sulawesi.
Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian.
Sumber: https://prabowosubianto.com/pejuang-nasional-sultan-agung-adi-prabu-hanyakrakusuma/
