Pakar: Upaya KPK Usut Kasus LPEI Patut Dicurigai
Pakar hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menyatakan bahwa tindakan KPK yang menyelidiki dugaan korupsi fasilitas kredit di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) patut dicurigai. Menurutnya, KPK seakan-akan mengambil alih kasus tersebut dari Kejaksaan Agung.
Herdiansyah menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang KPK, jika KPK telah mulai melakukan penyidikan atau penyelidikan bersama dengan aparat penegak hukum lain, maka KPK memiliki kewenangan untuk menangani perkara tersebut. Namun, langkah KPK dalam mengambil alih kasus LPEI tersebut tetap layak dipertanyakan.
Pertama, Herdiansyah mencurigai KPK karena laporan kasus ini sebenarnya sudah masuk sejak awal 2023, namun KPK tidak mengungkapkannya lebih dulu dari Kejagung. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa kasus tersebut baru menjadi sorotan setelah sekian lama.
Kedua, Herdiansyah meragukan bahwa perkara LPEI hanya terbatas pada satu kasus. Menurutnya, dugaan korupsi di LPEI mungkin melibatkan lebih dari satu kasus, sehingga wajar jika aparat penegak hukum lain turut menyelidiki.
Ketiga, Herdiansyah mengingatkan bahwa KPK sulit mendapatkan kepercayaan masyarakat mengusut kasus ini mengingat kontroversi yang melibatkan pimpinan dan bawahan KPK. Hal ini membuat publik curiga terhadap motif di balik pengambilalihan kasus LPEI oleh KPK.
Sebelumnya, KPK membantah bersaing dengan Kejagung dalam penyelidikan kasus korupsi fasilitas kredit di LPEI. KPK mengklaim sudah menerima laporan sebelum Kejagung. Penyidikan kasus dugaan korupsi di LPEI dimulai pada Selasa (19/3/2024), sehari setelah Menteri Keuangan melaporkan kasus serupa ke Kejagung.
KPK menyatakan bahwa sedang mendalami tiga dari total enam laporan penipuan debitur LPEI, sementara Kejagung mengumumkan empat pihak korporasi terindikasi melakukan penipuan. Pihak KPK juga mengestimasi total kerugian keuangan negara dalam kasus LPEI mencapai Rp 3,4 triliun, berbeda dengan laporan Menteri Keuangan kepada Kejagung yang menyebut adanya empat debitur bermasalah senilai Rp 2,5 triliun.