Sumber: “Prabowo: Rekam Foto Sang Patriot,” halaman 152-173
Prabowo Subianto adalah seorang pembelajar seumur hidup. Dia menikmati membaca, mendengarkan, dan menyerap wawasan dari tokoh-tokoh nasional yang menginspirasi dan membentuknya.
Sepanjang hidupnya, Prabowo belajar dari pemimpin agama, tokoh militer, dan pahlawan nasional, terutama dari Generasi ’45. Dia juga menjalin persahabatan dengan tokoh-tokoh internasional yang berdedikasi untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat mereka.
Saat kecil, Prabowo tinggal dekat dengan K.H. Hasyim Asyari, kakek dari Presiden Indonesia keempat, Gus Dur. Kakek dan ayah Prabowo selalu mendorongnya untuk belajar tentang agama dan kehidupan dari para sesepuh.
Mengikuti ajaran kakek dan ayahnya, Prabowo mencari petunjuk dari pemimpin agama seperti K.H. Maimun Zubair dan tokoh militer seperti Letnan Jenderal TNI (Purn.) Ahmad Kemal Idris.
Respek Prabowo terhadap ulama dan keinginannya untuk belajar membawanya dekat dengan tokoh-tokoh seperti Habib Umar bin Hafidz dari Yaman, Sheikh H. Hasyim Al-Syarwani, K.H. Abdullah Gymnastiar, K.H. Muhammad Arifin Ilham, dan Ustaz Abdul Somad.
Diantara semua tokoh agama di Indonesia, Prabowo sangat dekat dengan Dr. K.H. Abdurrahman Wahid, yang akrab dipanggil Gus Dur. Ikatan mereka dimulai sejak kecil dan bertahan hingga hari terakhir Gus Dur, memungkinkan Gus Dur memahami secara mendalam Prabowo dan menegaskan, “Prabowo adalah seorang yang jujur dan tegas. Indonesia membutuhkan pemimpin seperti Prabowo.”
Selain hubungan istimewanya dengan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Prabowo juga menjaga persahabatan dengan tokoh-tokoh dari Nahdlatul Ulama, termasuk almarhum K.H. Salahuddin Wahid (Gus Sholah), almarhum K.H. Nawawi Abdul Jalil, K.H. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), K.H. Achmad Muzakki Syah, K.H. Abdul Ghofur, dan Kyai Kholil As’ad Syamsul Arifin.
Saat Prabowo masih muda, Prof. Sumitro pernah membawanya bertemu dengan Sukarno. Prabowo masih mengingat saat Sukarno mengangkatnya ke udara.
Meskipun ayah Prabowo, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, memiliki perbedaan pendapat dengan Ir. Sukarno, dia selalu memberitahu Prabowo bahwa Sukarno adalah sosok besar yang menyatukan dan mendirikan bangsa Indonesia, itulah sebabnya Prabowo mengaguminya dan sering dijuluki “putra ideologis” Ir. Sukarno.
Untuk menghormati kontribusi Ir. Sukarno dalam membangun pertahanan Indonesia, Prabowo mendirikan sebuah monumen untuk Sukarno di depan kantor Kementerian Pertahanan, yang diresmikan oleh seluruh keluarga Sukarno bersama Prabowo.
Kagumnya Prabowo terhadap gagasan Presiden Sukarno, Suharto, Gus Dur, dan usaha Pangeran Diponegoro membawanya untuk secara konsisten menghormati para pemimpin masa lalu bangsa kita.
Sebagai seorang prajurit, Prabowo belajar dari jenderal-jenderal terkemuka seperti Jenderal TNI (Purn.) A.H. Nasution, Jenderal TNI (Purn.) M. Jusuf, Jenderal TNI (Purn.) Maraden Saur Halomoan Panggabean, dan Jenderal TNI (Purn.) Try Sutrisno.
Respek Prabowo terhadap para senior dan keinginannya untuk belajar dari mereka bukan hanya merupakan ciri karir militernya tetapi juga masa jabatannya sebagai Menteri Pertahanan. Dia secara teratur mengundang penasehat senior untuk memberikan wawasannya tentang meningkatkan strategi pertahanan Indonesia.
Hubungan Prabowo dengan pemimpin internasional yang juga berkomitmen pada negara mereka mencerminkan dedikasinya sendiri. Hubungan-hubungan ini mencakup:
PM Timor Leste Xanana Gusmao
Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Mohammed Bin Zayed
Raja Abdullah II Yordania
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Presiden Prancis Emmanuel Macron
Pangeran Khalid bin Salman, saudara dari Putra Mahkota Arab Saudi
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin
PM Palestina Mohammad I.M. Shtayyeh
PM Malaysia Anwar Ibrahim
Hubungan-hubungan ini menunjukkan komitmen konsisten Prabowo untuk memikirkan dan bertindak demi kemajuan negaranya serta membangun kemitraan global berdasarkan tujuan bersama.