Berita politik prabowo subianto yang humanis, berani dan tegas

Tantangan dan Harapan Sektor ESDM di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Oleh: Hafif Assaf ( Public Affairs Professional / Pemerhati Kebijakan Publik / Ketua Umum ProGib Nusantara ) Jakarta, ruangenergi.com- Keputusan Pemilihan Umum (KPU) untuk menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto Djojohadikusumo dan Gibran Rakabuming Raka, sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 telah disampaikan dalam sidang pleno terbuka di kantor KPU, Jakarta, pada Rabu (24/4/2024). Penetapan ini dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan oleh pasangan calon lainnya, yaitu Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mohammad Mahfud Mahmodin.

Pasangan Prabowo-Gibran berhasil meraih dukungan sebanyak 96.214.691 suara atau 58,59% dari total suara sah dalam pemilihan presiden yang berjumlah 164.227.475 suara. Mereka akan mengucapkan sumpah/janji sebagai presiden dan wakil presiden terpilih pada Minggu 20 Oktober 2024 di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2024-2029.

Dalam menjalankan pemerintahan, tantangan yang dihadapi terutama terkait dengan arsitektur kabinet di era pemerintahan Prabowo-Gibran. Dalam tulisan ini, penulis ingin memfokuskan pada sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) yang sangat penting di tengah era transisi energi saat ini. Kementerian ESDM memiliki tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM untuk mendukung Presiden dalam menjalankan pemerintahan, terutama dengan target pertumbuhan ekonomi 8% dalam 2-3 tahun pertama pemerintahan mereka.

Dalam sektor minyak bumi, lifting minyak terus menurun dan masih di bawah target yang telah ditetapkan. Investasi hulu minyak juga masih perlu ditingkatkan untuk mengatasi ketidakcompetitifan iklim investasi di Indonesia. Cadangan minyak yang mencukupi tetap memerlukan eksplorasi yang masif. Peringkat Indonesia dalam iklim investasi hulu minyak masih perlu diperbaiki, terutama dalam aspek legal dan kontrak yang memerlukan finalisasi revisi UU Migas.

Sementara itu, dalam pengembangan energi baru dan energi terbarukan (EBET), transisi energi dari energi fosil menuju EBET memerlukan komitmen dan political will yang kuat. Pemerintahan sebelumnya sudah mengupayakan penggunaan EBET, namun masih dibutuhkan upaya yang lebih besar. PLN dan Kementerian ESDM telah menyepakati penambahan kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT hingga 75% hingga 2040. Potensi EBET di Indonesia masih besar dan perlu dioptimalkan, terutama dalam mengatasi penggunaan batu bara dalam pembangkit listrik.

Pemerintah terus berupaya dalam pengurangan sumber energi batu bara dan pengembangan penggunaan bahan baku alternatif, seperti limbah padat kelapa sawit dan pelet kayu. Kerjasama riset dan pengembangan dengan negara lain juga dilakukan untuk mempercepat target dekarbonisasi. Inisiatif ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam menghadapi tantangan dalam sektor energi di masa mendatang.

Source link

Exit mobile version