Hari Valentine identik dengan perayaan cinta, romansa, dan gestur bermakna. Namun, bagaimana sebenarnya tradisi ini bermula dan mengapa cokelat menjadi simbol utama dalam perayaan ini? Perayaan Hari Valentine diperingati setiap 14 Februari, dan masyarakat di seluruh dunia merayakannya dengan cara yang beragam. Salah satu tradisi paling khas adalah pemberian cokelat sebagai lambang kasih sayang. Namun, apa sejarah di balik hubungan erat antara cokelat dan Hari Valentine ini?
Sejarah Hari Valentine berasal dari tradisi kuno Romawi yang merayakan Festival Lupercalia pada pertengahan Februari untuk menyambut musim semi dan merayakan kesuburan. Ritual ini kemudian terkait dengan Santo Valentine, seorang martir Kristen yang melawan larangan pernikahan dari Kaisar Claudius II dengan cara diam-diam menikahkan pasangan sebagai perjuangan atas nama cinta. Di abad pertengahan, Hari Valentine semakin terkait dengan ekspresi kasih sayang dan tradisi bertukar pesan serta hadiah.
Cokelat menjadi simbol utama Hari Valentine sejak abad ke-17 ketika cokelat dianggap barang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh kaum bangsawan Eropa. Rasanya yang kaya dan eksklusif menjadikannya pilihan istimewa untuk perayaan penting. Seiring berkembangnya produksi cokelat, pada abad ke-19, cokelat menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat luas. Richard Cadbury pada tahun 1861 menciptakan kotak cokelat berbentuk hati dengan desain romantis, menyesuaikan dengan popularitas Hari Valentine yang semakin meningkat.
Pemberian cokelat pada Hari Valentine bukan hanya terbatas pada satu negara, namun menyebar ke berbagai budaya. Di Jepang, terdapat tradisi unik di mana perempuan memberikan cokelat kepada pria pada 14 Februari. Di Indonesia, meskipun tidak semua orang merayakan Hari Valentine, pemberian cokelat tetap menjadi simbol universal untuk mengekspresikan kasih sayang. Ini semua menjadi hasil dari perpaduan sejarah yang melekat, yang menjadikan cokelat pilihan utama untuk mengekspresikan perasaan cinta dan apresiasi pada Hari Valentine.
