Tingkat keahlian berpikir kritis menjadi hal esensial bagi para pelajar di era informasi yang serba cepat. Seiring dengan arus berita dan opini yang melimpah di media sosial, kemampuan mereka dalam memilah informasi yang valid serta menganalisis berbagai sudut pandang menjadi sangat penting. Namun, kenyataannya, banyak pelajar di Indonesia masih mengalami kesulitan dalam mengembangkan pola pikir kritis yang tajam dan independen. Hal ini tercermin dalam kehidupan akademik dan sosial mereka. Banyak pelajar cenderung menerima informasi tanpa mengajukan pertanyaan atau meragukan kebenaran serta sumbernya.
Di dalam ruang kelas, diskusi yang seharusnya menjadi platform untuk bertukar pikiran seringkali hanya menjadi sesi pendengaran, di mana pelajar lebih banyak mendengar daripada berpendapat. Kondisi ini perlu mendapat perhatian karena kemampuan berpikir kritis tidak hanya vital dalam dunia pendidikan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai faktor seperti budaya diskusi yang terbatas, ketakutan akan kesalahan, metode pembelajaran satu arah, kurangnya latihan pemecahan masalah mandiri, pengawasan yang ketat, minimnya akses ke beragam sumber informasi, tekanan untuk mengikuti standar, kurangnya contoh berpikir kritis, pengaruh negatif dari teman sebaya, dan keterbatasan waktu untuk refleksi menjadi penyebab utama mengapa pelajar sulit berpikir kritis.
Untuk mengatasi tantangan ini, kerjasama antara pendidik, orang tua, dan masyarakat menjadi krusial. Pendidik harus menerapkan metode pembelajaran yang interaktif, sedangkan orang tua perlu memberikan kesempatan kepada anak untuk berpikir mandiri. Di sisi lain, masyarakat juga harus mendukung dengan menciptakan lingkungan yang memfasilitasi perkembangan pola pikir kritis sejak dini. Dengan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan pelajar di Indonesia dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang lebih baik dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada.