Lebaran di Indonesia merupakan momen penting tidak hanya untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan, tetapi juga untuk merayakan berbagai tradisi unik di berbagai daerah. Setiap daerah memiliki cara khas dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri, yang mencerminkan kekayaan budaya Nusantara. Misalnya, di Aceh terdapat tradisi Meugang dimana masyarakat membeli dan memasak daging sebagai hidangan utama sebagai bentuk hadiah setelah berpuasa. Sedangkan di Yogyakarta, tradisi Grebeg Syawal dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur dengan arak-arakan tujuh gunungan simbol kemakmuran.
Lombok memiliki tradisi Perang Topat yang mencerminkan kerukunan antara umat Hindu dan Islam, sementara di Bali, tradisi Ngejot dilakukan untuk berbagi makanan antar umat Muslim dan Hindu. Di Lombok, NTB, masyarakat melaksanakan tradisi Perang Topat atau “perang ketupat” sebagai simbol kerukunan antara umat Hindu dan Islam. Di Jember, terdapat Pawai Pengon yang menjadi ajang kebersamaan dan rasa syukur masyarakat. Sedangkan di Banten, tradisi Ngadongkapkeun dilakukan sebagai sungkeman kepada orang yang lebih tua.
Demikian pula, di Kudus terdapat tradisi Perang Ketupat sebagai bentuk saling memaafkan. Di Sumatera Selatan, tradisi Baraan dilaksanakan untuk bersilaturahmi secara berkelompok, sedangkan di Minangkabau, tradisi Makan Bajamba dilakukan untuk menikmati hidangan bersama. Keanekaragaman tradisi Lebaran ini mencerminkan kekayaan budaya dan kesetiaan sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia. Dari tradisi Meugang hingga Makan Bajamba, setiap tradisi memiliki makna mendalam yang mempererat hubungan sosial dan menambah keistimewaan perayaan Idul Fitri di Nusantara.