Kayu Jati dalam Arsitektur Jawa: Sejarah dan Filosofi

Kayu jati merupakan elemen penting dalam arsitektur tradisional Jawa sejak zaman dahulu. Selain sebagai bahan bangunan utama, kayu jati juga memiliki nilai filosofis dan simbolis yang mendalam dalam masyarakat Jawa. Dalam naskah kuno Kawruh Kalang dan Kawruh Griya, kayu jati dideskripsikan sebagai material yang kuat dan kokoh digunakan untuk membangun berbagai struktur tradisional seperti rumah, masjid, pendopo, dan keraton. Diklasifikasikan berdasarkan mutunya, kayu jati dibagi menjadi beberapa jenis seperti jati bang, jati sungu, dan jati kapur. Masyarakat Jawa memiliki pengetahuan turun-temurun dalam mengenali berbagai jenis kayu jati ini.

Pohon jati juga dipercaya memiliki nilai spiritual dalam kehidupan masyarakat Jawa. Dipercaya bahwa pemilihan pohon jati untuk bahan bangunan harus memperhatikan nilai spiritual dan keberuntungannya. Dalam naskah Serat Centhini, jenis pohon jati yang bercabang tiga disebut trajumas, sering digunakan untuk bagian belakang rumah, sementara pohon bercabang lima disebut pendhawa, melambangkan kekuatan. Kayu jati telah dikenal di Jawa sejak abad ke-2 Masehi dan dimanfaatkan dalam pembangunan armada laut pada masa Kerajaan Majapahit.

Kayu jati memainkan peran sentral dalam arsitektur tradisional Jawa. Bukan hanya sebagai bahan bangunan, kayu jati juga melambangkan kebijaksanaan, kekuatan, dan keabadian. Simbolik dari kayu jati yang tahan lama dan keras juga mengandung makna filosofis tentang keteguhan hidup. Selain itu, bagi masyarakat Jawa, rumah yang terbuat dari kayu jati adalah tempat yang melambangkan kedamaian dan keteduhan. Dengan nilai historis dan filosofisnya yang tinggi, kayu jati tetap menjadi simbol kejayaan dalam arsitektur tradisional Jawa hingga sekarang.

Source link