REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Prof Jimly Asshiddiqie mensyukuri pujian yang dilontarkan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Megawati menganggap putusan MKMK menjadi cahaya terang di tengah kondisi menghadapi dugaan rekayasa hukum konstitusi.
“Kita syukuri aja, yang paling penting dari pelajaran ini adalah kalau masalah etika berbangsa dan bernegara, ini soal serius,” kata Jimly kepada wartawan usai pelantikan Ketua MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin (13/10/2023).
Jimly menyebut, putusannya sudah pantas disebut adil karena tidak berat sebelah. Menurut dia, hal itu dapat dilihat dari reaksi para pelapor hakim MK setelah mendengarkan putusan MKMK.
“Ya alhamdulilah semua tercermin waktu putusan dibacakan, nggak sengaja itu karena pelapor itu tepuk tangan, saya larang, nggak boleh tepuk tangan eh malah semuanya tepuk tangan,” ujar Jimly.
Eks ketua umum ICMI tersebut memandang, riuhnya tepuk tangan pelapor menandakan semua pihak menerima putusan dengan ikhlas. “Artinya cermin dari mayoritas warga negara kita, dari semua kubu, kubu kanan, kubu kiri, kubu tengah ya menerima putusan majelis kehormatan,” ujar Jimly.
Ke depannya, Jimly berharap, kasus pelanggaran etik hakim MK dapat menjadi bahan refleksi bagi pemerintah. Guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia FH UI) itu menyinggung perlunya peradilan etik di Tanah Air. Hanya saja, Jimly belum menggambarkan detail mengenai sistem peradilan etik itu.
“Nah momentum yang timbul akibat kasus ini, saya sarankan kepada semua anak bangsa termasuk pada semua pengambil keputusan, pemerintah, DPR, untuk menjadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk kita memikirkan ke depan, pentingnya mengatasi sistem peradilan etika di Indonesia ini,” ujar Jimly.
Diketahui, Suhartoyo terpilih menjadi ketua MK berdasarkan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) mengenai pemilihan Ketua MK pada 9 November 2023. Suhartoyo menjadi Ketua MK untuk masa jabatan 2023-2028. Sidang pleno dipimpin oleh Wakil Ketua MK, Saldi Isra.
Para hakim MK yang hadir dalam prosesi sumpah jabatan itu ialah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Guntur Hamzah, Daniel Yusmic Foekh, Wahiduddin Adams, Arief Hidayat dan Manahan Sitompul. Adapun hakim konstitusi Anwar Usman tak menunjukkan batang hidungnya ketika momen pengucapan sumpah jabatan tersebut.
Begitu pula Presiden Joko Widodo yang tak hadir dalam pelantikan Suhartoyo. Padahal Jokowi muncul ketika Anwar dilantik jadi ketua MK pada Maret lalu.
MKMK memberhentikan Anwar Usman dari kursi Ketua MK karena dijatuhi sanksi berat. Hanya saja, putusan ini melahirkan dissenting opinion (DO) karena MKMK hanya mengubah status Anwar dari Ketua MK menjadi hakim MK biasa. Dalam DO-nya, anggota MKMK Bintan Saragih meminta Anwar Usman disanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).