REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa ambang batas parlemen atau parliamentary threshold harus tetap ada. Jika ambang batas parlemen dihapus, itu tidak sesuai dengan kerangka yang dibangun selama era reformasi.
“MK mungkin memiliki pertimbangan lain, tetapi bagi saya pribadi, ambang batas parlemen itu harus ada. Sejak reformasi dengan ambang batas 2 persen, hal itu pertama kali diterapkan,” kata Mahfud di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (1/3/2024).
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengatur ambang batas parlemen menjadi 4 persen untuk DPR. Sementara untuk DPRD, suara yang diperoleh akan langsung dikonversikan menjadi jumlah kursi.
“Jika sekarang semua ingin dihapus, meskipun saya belum membaca detailnya, tetapi itu berbeda dengan kerangka dasar yang dibangun sejak awal reformasi. Itu tidak masalah,” ujar Mahfud.
Meskipun demikian, ia menyambut baik keputusan MK tersebut karena tidak berlaku secara langsung untuk Pemilu 2024. Hal ini berbeda dengan keputusan terkait syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang menurutnya terkesan dipaksakan untuk segera berlaku.
“Dalam tradisi hukum di seluruh dunia, jika ada perubahan aturan yang memberatkan atau menguntungkan seseorang, itu harus diterapkan pada periode berikutnya,” ujar Mahfud.
Keputusan terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden dianggapnya adalah kesalahan dan ketua MK yang mengarahkan ke arah tersebut juga telah dipecat karena terbukti salah.