Dalam sistem pemerintahan Indonesia, kekuasaan negara dibagi menjadi tiga cabang utama, yaitu lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Konsep ini didasarkan pada trias politica yang diperkenalkan oleh Montesquieu, seorang filsuf Prancis dalam bukunya L’Esprit des Lois. Tujuan dari pembagian kekuasaan ini adalah mencegah terjadinya konsentrasi kekuasaan dan memastikan adanya sistem pengawasan antar lembaga negara.
Lembaga eksekutif memiliki peran sebagai pelaksana kebijakan pemerintah. Dalam konteks Indonesia, kekuasaan eksekutif dipegang oleh Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Fungsi lembaga eksekutif mencakup bidang administratif, legislatif, keamanan, yudikatif, dan diplomatik. Presiden memiliki peran sentral dalam sistem pemerintahan presidensial Indonesia, namun tetap dalam koridor pengawasan oleh lembaga legislatif dan yudikatif.
Lembaga legislatif bertanggung jawab dalam pembentukan undang-undang. Di Indonesia, lembaga legislatif terdiri atas DPR, MPR, dan DPD. Fungsi utama lembaga legislatif adalah legislasi dan pengawasan. Mereka juga memiliki kewenangan dalam pengesahan anggaran, pengawasan perjanjian internasional, dan persetujuan terhadap kebijakan strategis negara lainnya.
Sementara itu, lembaga yudikatif bertugas sebagai penegak hukum dan konstitusi. Di Indonesia, lembaga ini diwakili oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). MA memiliki wewenang dalam menyelesaikan kasasi, sengketa kewenangan, peninjauan kembali, dan uji materiil terhadap peraturan hukum. Sedangkan MK berperan dalam menguji undang-undang terhadap UUD 1945, menyelesaikan sengketa antar lembaga negara, dan memutuskan kasus-kasus penting terkait konstitusi.
Ketiga lembaga negara ini merupakan pilar utama dalam menjalankan sistem pemerintahan yang demokratis. Lembaga eksekutif menjalankan kebijakan, legislatif merumuskan aturan, dan yudikatif menegakkan keadilan. Penting untuk menjaga keseimbangan di antara ketiganya dan saling mengawasi agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.