Penelitian terbaru dari Inggris memberikan gambaran yang menguatkan bahwa melewatkan makan saat berpuasa tidak mempengaruhi kemampuan berpikir seseorang. Studi yang diterbitkan oleh Asosiasi Psikologi Amerika menunjukkan bahwa anggapan umum mengenai orang yang mudah marah ketika lapar tidak sepenuhnya benar. Istilah “hangry” yang sering digunakan untuk menggambarkan gabungan antara lapar dan marah ternyata tidak sepenuhnya tepat.
Dalam penelitian yang melibatkan 71 studi sebelumnya, dengan partisipan sekitar 3.500 orang dewasa yang sehat, hasilnya menunjukkan bahwa orang yang sedang berpuasa memiliki kemampuan kognitif yang stabil dibandingkan dengan yang baru saja makan. Walau tidak mengonsumsi makanan, tubuh manusia memiliki sumber energi cadangan yang menjaga otak tetap berfungsi dengan baik.
Proses metabolisme yang dipicu ketika berpuasa menghasilkan badan keton sebagai sumber energi alternatif saat simpanan glikogen tubuh habis. Selain menjaga kinerja otak, penggunaan keton juga diyakini memiliki manfaat kesehatan lainnya, seperti pengaturan sistem hormon dan proses perbaikan sel.
Namun, penurunan performa otak dapat terjadi setelah berpuasa lebih dari 12 jam dan secara khusus terlihat pada anak-anak yang berpuasa. Meskipun demikian, rasa lapar cenderung hanya mengalihkan perhatian dalam konteks yang berkaitan dengan makanan, tanpa signifikan mempengaruhi fungsi kognitif secara umum.
Dengan demikian, penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak berpuasa pada kemampuan berpikir seseorang. Walaupun masih perlu penelitian lebih lanjut terutama pada anak-anak, namun hasil ini memberikan gambaran yang menarik tentang hubungan antara lapar, puasa, dan fungsi otak.












